Deforestasi semakin marak hingga Indonesia kehilangan 3,8 juta Ha per tahun dengan kerugian sebesar 30 triliun, seiring pertambahan jumlah penduduk. Belum lagi, Perpu No.1 tahun 2004 tentang kehutanan yang mendukung pertambangan hutan dengan mengeluarkan perizinan pertambangan dan industri (DEPHUT: 2008). Maraknya deforestasi, tentunya dilatarbelakangi oleh ulah oknum tak bertanggungjawab, konversi lahan hutan untuk perkotaan dan industri, dan minimnya kesadaran masyarakat terhadap keberadaan hutan. Hal tersebut menyebabkan menurunnya kualitas tanah, ketersediaan air, dan kerusakan ekologi. Kondisi tersebut diperparah dengan semakin bertambahnya jumlah hewan langka di Indonesia. Sementara itu, di wilayah perkotaan sebagai sentral aktivitas penduduk, memiliki luasan hutan yang sangat minim dibandingkan laju polusi, kepadatan penduduk, dan tidak adanya sumber air tanah cadangan.
Saat ini, industri kimia dan kertas menjadi sasaran empuk para investor maupun pemodal dalam negeri (harga total proyek 2,052 miliar dolar AS: 2008). Pasalnya, penggunaan bahan kimia maupun kertas tak pernah surut. Justru, industri bahan tersebut semakin marak sejak berbagai kemudahan dan insentif diberikan kepada industri tersebut untuk memperluas dan meningkatkan produksinya. Padahal, industri tersebut telah menimbulkan berbagai kerugian masyarakat dan kerusakan lingkungan dengan limbah dan perubahan suhu akibat gundulnya hutan yang hadir tanpa kompensasi. Upaya perlindungan hutan dalam pertumbuhan ekonomipun terasa semakin sulit. Keberadaan hutan Indonesia pula berada di ambang kehancuran. Kelompok masyarakat tertentu semakin termarjinalkan haknya karena dampak kerusakan hutan.
Deforestasi hutan hanya dapat ditanggulangi dengan gerakan massif seluruh elemen masyarakat. Butuh kerjasama dan komitmen untuk mempertahankan hak hutan. Bukan sebuah keniscayaan apabila proses tersebut didorong dan diperluas dengan menjadikan sebuah gerakan penyelamatan hutan sebagai bagian dari gaya hidup, pandangan hidup, dan kebijakan. Lantas apakah yang harus dilakukan oleh mahasiswa sebagai generasi muda yang berintelaktual? Cara yang paling mudah adalah menghentikan Kerusakan Lingkungan dengan membangkitkan kembali perilaku bijak melestarikan hutan. Bagaimana caranya?
Mahasiswa dapat mengurangi pemakaian kertas yang dihasilkan oleh industri kertas. Penelitian terhadap produksi kertas kertas tulis cetak dengan produksi bruto setahun adalah 154.465.083 ton (kering udara) atau 12.872 ton/bulan. Pengurangan atau penghematan penggunaan kertas dapat dilakukan dengan menggunakan kertas print bolak-balik, fotocopy berukuran kecil dan bolak-balik, memanfaatkan fasilitas CD dan DVD RW untuk menyimpan file, dan berbagai bentuk lain. Dengan melakukan penghematan penggunaan kertas berarti anda telah mengurangi deforestasi hutan.
Mahasiswa yang suka menulis atau “cuap-cuap politis” dapat saja melakukan kritik sosial atas kebijakan pemerintah terkait kebijakan penglolaan hutan. Kritik tersebut diarahkan untuk mendesak pemerintah memperbaiki sistem manajemen kehutanan secara lestari, terpadu, dan berkelanjutan. Apalagi, upaya penegakan hukum atas kasus dan sengketa terkait kehutanan tidak benar-benar dilaksanakan oleh pemerintah. Sekecil apapun pengorbanan tersebut, sangat bermanfaat bagi hutan dan lingkungan Indonesia, serta bagi generasi yang akan datang.
0 komentar:
Posting Komentar